iBlogMarket

IBX5A55EDAC4298D

SB1M

Tuesday, February 21, 2017

Inilah Celah Hukum yang Bisa Membuat Freeport Bertekuk Lutut dengan Indonesia

Add caption
Freeport Indonesia, mengancam akan membawa Indonesia ke Arbitrase Internasional dikarenakan telah dianggap telah melakukan wanprestasi, hingga berakibat pada Freeport Indonesia yang harus mendapatkan kerugian dikarenakan terjadi perubahan aturan Mineral dan Batubara di Indonesia, hingga berakibat kewajiban membangun smelter, perubahan dari Kontak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), hingga ke persoalan divestasi saham. Namun jika nanti PT. Freeport Indonesia benar membawa Indonesia ke Arbitrase Internasional, dengan gampanganya bisa dikalahkan, dikarenakan jika pemerintah Indonesia mengunggat PT. Freeport Indonesia, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, saja dengan gampangnya bisa dikalahkan dengan mengeluarkan semua jurus dalam hukum perdata, apalagi di Arbitase Internasional, gampang sekali mengalahkan PT. Freeport Indonesia.
Freeport Indonesia tanpa sadar telah melakukan wanprestasi kepada pemerintah Indonesia, dalam hal ini PT. Freeport Indonesia, dikarenakan tak kunjung membangun smelter, padahal sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia, PT. Freeport Indonesia, akan membangun smelter. Dan yang paling penting untuk diingat oleh PT. Freeport Indonesia, adalah ada akibat hukum dari suatu perjanjiannya dengan pemerintah Indonesia untuk membangun smelter, karena semua perjanjian yang dibuat secara sah demi hukum berlaku sebagai undang-undang antara kedua belah pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, hal itu jelas diatur dalam burgelijk wetboek, khususnya Pasal 1338 KUH Perdata.
Selanjutnya yang perlu PT. Freeport Indonesia pahami lagi, bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dinyatakan tegas dalam perjanjian saja, tetapi di luar perjanjian itu juga mengikat perjanjian. Apa yang mengikat perjanjian tersebut? Sifat perjanjian. sifat perjanjian yang diharuskan oleh undang-undang, harus dilaksanakan oleh PT. Freeport Indonesia, sebagai salah satu pihak yang membuat perjanjian mengenai pembangunan smelter bagi perusahaan tambang emas terbesar di dunia tersebut.
Nah pertanyaannya adalah, apakah yang dimaksud dengan sifat perjanjian yang diharuskan oleh UU, yang harus dilaksanakan tersebut? Membangun smelter, karena sifat perjanjian antara PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia, adalah sudah mengikat keduanya di dalam sifat dari perjanjian yang telah disepakati tersebut, dasar hukumnya jelas Pasal 1339 KUH Perdata, dan ini tidak bisa dibantah PT. Freeport Indonesia, dikarenakan PT. Freeport Indonesia, adalah berbadan hukum Indonesia, yang artinya harus tunduk terhadap segala aturan hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk harus tunduk pula terhadap UU Nomor 4 Tahun 2009 Mineral dan Batubara, yang mewajibkan pembangunan smelter agar yang diekspor oleh PT. Freeport Indonesia, bukan lagi berbentuk konsentrak tetapi sudah berbentuk batangan emas, perak dan tembaga.
Jika PT. Freeport Indonesia merasa dirugikan dan menganggap pemerintah Indonesia yang sudah melakukan wanprestasi, dikarenakan tiba-tiba memasukan aturan mengenai kewajiban membangun smelter, PT. Freeport Indonesia, salah besar, karena ini bukan hanya menyangkut aturan saja, tetapi sifat dari perjanjian yang telah dibuat dengan pemerintah Indonesia , yang telah bersifat mengikat, jika sudah mengikat, kesepakatan yang telah dibuat dengan pemerintah Indonesia, membangun smelter harus dilakukan, karena itu bukan atas dasar UU semata, tetapi atas dasar sifat perjanjian yang mengikat.
Dan bagi pemerintah Indonesia, dengan tidak dibangunnya smelter, itu telah membuat Indonesia mengalami kerugian dalam jumlah yang sangat besar, dikarenakan jika smleter sudah dibangun PT. Freeport Indonesia, sesuai dengan perjanjiannya dengan pemerintah Indonesia, maka pemerintah Indonesia akan mendapatkan lebih banyak lagi retribusi dan penerimaan negara dalam bentuk pajak dari perusahaan tambang emas terbesar di dunia tersebut.  Selain itu, yang perlu dipahami oleh PT. Freeport Indonesia adalah dalam hukum perdata Indonesia ataupun perdata internasional, dalam hal ini perjanjian yang telah dibuat PT. Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia, adalah telah membuat PT. Freeport Indonesia terikat mutlak dengan pemerintah Indonesia. Jadi PT. Freeport Indonesia, tidak hanya melanggar hukum perdata Indonesia, tetapi juga telah melanggar ketentuan dalam hukum perdata internasional, dikarenakan mengingkari perjanjian tersebut.
Jadi yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia saat ini bukan hanya melakukan wanprestasi, bukan lagi kelapaan tidak membangun smelter, tetapi sudah bisa dinyatakan sengaja tidak membangun smelter, karena dengan tidak membangun smelter, bagi pemerintah Indonesia, itu bukan hanya soal wanprestasi saja, tetapi sebagai bentuk nyata menghilangkan penerimaan negara dalam bentuk pajak dalam jumlah tertentu yang seharusnya bisa diperoleh pemerintah Indonesia, karena keberadaan perusahaan tambang emas terbesar di dunia tersebut, dan ini sudah masuk kategori perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata, ada sebab-akibat yang gampang sekali dibuktikan, yakni sebab (Freeport tidak membangun smelter) dan akibatnya (penerimaan negara dalam bentuk pajak menjadi berkurang dari yang seharusnya diterima oleh pemerintah Indonesia jika smleter dibangun).
Dan jikalau pemerintah Indonesia ingin menggugat secara perdata PT. Freeport Indonesia lebih dulu, bisa dilakukan sebelum PT. Freeport Indonesia membawa Indonesia ke Arbitrase Internasional, yakni dengan cara melayangkan gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (vide: Pasal 1365 KUH Perdata/burgelijk wetboek), yang telah dilakukan PT. Freeport Indonesia, yang hingga menyebabkan/berakibat pemerintah Indonesia harus mengalami kerugian akibat tidak dibangunnya smelter tersebut.
Selain itu, PT. Freeport Indonesia yang tak kunjung melakukan divestasi saham hingga 51% juga berakibat pada kerugian yang harus dipikul oleh pemerintah Indonesia, dikarenakan pemerintah Indonesia tidak bisa menguasai 51% saham perusahaan tambang terbesar di dunia tersebut, dan PT. Freeport yang tidak melepaskan sahamnya sebesar 51%, harus bisa diamanfaatkan pemerintah Indonesia dengan cara menggugat PT. Freeport Indonesia, dikarenakan selain itu menimbulkan kerugian bagi pemerintah, tidak dilepaskannya saham sebesar 51%, juga sudah merupakan bentuk wanprestasi lagi yang dilakukan PT. Freeport Indonesia kepada pemerintah Indonesia.
Bentuk wanprestasi lain yang telah dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia terhadap pemerintah Indonesia, adalah mengenai perubahan sikap PT. Freeport Indonesia, dari yang sebelumnya sudah sepakat untuk mengubah kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), kini tiba-tiba menolak kesepakatan yang telah disepakati pada tahun 2015 yang lalu. Padahal Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017 tentang Perubahan Keempat Atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PT. Freeport Indonesia, sudah diwajibkan berubah dari KK menjadi IUPK.
Jadi, dengan begitu banyaknya celah hukum yang bisa dimanfaatkan pemerintah Indonesia, jangankan ke Arbitrase Internasional, jika pemerintah Indonesia menguggat perdata PT. Freeport Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan , saja PT. Freeport sudah bisa dipastikan kalah, dikarenakan PT. Freeport Indonesia, jelas-jelas melakukan dua kesalahan dalam hukum perdata, yakni wanprestasi, yakni tidak melaksanakan prestasinya atau dalam hukum perdata disebut dengan kewajibannya membangun smelter, dan juga melakukan perbuatan melawan hukum, dikarenakan tidak melepaskan 51% saham yang dimiliki oleh anak perusahaan asal Amerika Serikat, tersebut.

No comments:

Post a Comment

SB1M